Selasa, 06 Januari 2009

KONSEP DASAR PERLINDUNGAN HUTAN

Oleh: Waldemar Hasiholan

Maksud dan Tujuan

Perlindungan hutan merupakan usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama serta penyakit dan mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Dengan demikian perlindungan hutan bertujuan untuk :
1.Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama serta penyakit dan gulma.
2.Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan,

Ruang Lingkup Perlindungan Hutan

1.Perlindungan terhadap kawasan hutan
Penggunaan kawasan hutan produksi harus sesuai dengan fungsi dan peruntukannya. Penggunaan kawasan hutan yang menyimpang harus mendapat persetujuan Menteri. Dalam rangka memperoleh kepastian hukum di lapangan maka setiap areal yang telah ditunjuk sebagai kawasan hutan dilakukan penataan batas. Dengan telah dilakukannya penataan batas hutan, maka tanpa adanya kewenangan yang sah setiap orang dilarang memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan hutan.

2.Perlindungan terhadap tanah hutan
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang bertujuan untuk mengambil bahan-bahan galian yang dilakukan di dalam kawasan hutan atau hutan cadangan, diberikan oleh instansi yang berwenang setelah mendapat persetujuan Menteri. Dalam hal penetapan areal yang bersangkutan sebagai kawasan hutan dilakukan setelah pemberian izin eksplorasi dan eksploitasi, maka pelaksanaan lebih lanjut kegiatan eksplorasi dan ekspolitasi tersebut harus sesuai dengan petunjuk Menteri. Di dalam kawasan hutan dan hutan cadangan dilarang melakukan pemungutan hasil hutan dengan menggunakan alat-alat yang tidak sesuai dengan kondisi tanah dan lapangan atau melakukan perbuatan lain yang dapat menimbulkan karusakan tanah dan tegakan. Siapapun dilarang melakukan penebangan pohon dalam radius/jarak tertentu dari mata air, tepi jurang, waduk, sungai dan anak sungai yang terletak di dalam kawasan hutan, hutan cadangan dan hutan lainnya.

3.Perlindungan terhadap kerusakan hutan
Setiap orang dilarang melakukan penebangan pohon-pohon dalam hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang dan selain dari petugas-petugas kehutanan atau orang-orang yang karena tugasnya atau kepentingannya dibenarkan berada di dalam kawasan hutan, siapapun dilarang membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk memotong, menebang, dan membelah pohon di dalam kawasan hutan.
Setiap orang dilarang membakar hutan kecuali dengan kewenangan yang sah. Masyarakat di sekitar hutan mempunyai kewajiban ikut serta dalam usaha pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan. Ketentuan-ketentuan tentang usaha pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan diatur dengan Peraturan Daerah Tingkat I dengan memperhatikan petunjuk Menteri. Penggembalaan ternak dalam hutan, pengambilan rumput, dan mekanan ternak lainnya serta serasah dari dari dalam hutan hanya dapat dilakukan di tempat-tempat yang ditunjuk khusus untuk keperluan tersebut oleh pejabat yang berwenang.

4.Perlindungan terhadap hasil hutan
Untuk melindungi hak-hak Negara yang berkenaan dengan hasil hutan, maka terhadap semua hasil hutan harus diadakan pengukuran dan pengujian. Hasil pengukuran dan pengujian terhadap hasil hutan adalah merupakan dasar perhitungan penetapan besarnya pungutan Negara yang dikenakan terhadapnya. Untuk membuktikan sahnya hutan dan telah dipenuhinya kewajiban-kewajiban pungutan Negara yang dikenakan terhadapnya hingga dapat digunakan atau diangkut, maka hasil hutan tersebut harus mempunyai surat keterangan sahnya hasil hutan.

Perlindungan Hutan Berbasis Ekologi

Prinsip dasar Perlindungan Hutan yang paling penting bagi seluruh penyebab kerusakan ialah pencegahan awal terjadinya kerusakan hutan. Selain itu pencegahan perkembangan penyebab kerusakan akan lebih efektif dibanding dengan pengendalian setelah kerusakan terjadi. Istilah pencegahan diartikan sebagai pengambilan langkah yang jelas untuk menghambat perkembangan penyebab kerusakan hutan agar tidak melampaui tingkat yang menimbulkan kerugian yang besar.

Upaya pencegahan perkembangan penyebab kerusakan tersebut dilakukan melalui tindakan pengelolaan hutan dan silvikultur yang tepat dan hati-hati sehingga hutan dapat berkembang membentuk suatu keseimbangan ekologis. Pada tingkat keseimbangan ekologis tersebut seluruh faktor-faktor pembentuk sistem komunitas hutan saling berinteraksi sehingga perkembangan satu atau beberapa faktor dibatasi oleh faktor pembentuk sistem komunitas yang lain.

Prinsip dasar pencegahan diatas tercemen dalam program pengelolaan kesehatan hutan oleh Nyland (1996). Pengembangan program kesehatan hutan itu sendiri sekaligus merupakan suatu perubahan besar dalam konsep Perlindungan Hutan. Ketika pengelolaan hutan masih mengutamakan produksi kayu dan hasil hutan lain, program Perlindungan Hutan menggunakan suatu asumsi bahwa permasalahan Perlindungan Hutan timbul setelah kerusakan terjadi dalam skala luas. Program Perlindungan Hutan yang baru ini memerlukan pemahaman yang mendalam tentang interaksi antara penyebab kerusakan dengan pertumbuhan pohon hutan, agar dapat menentukan pilihan-pilihan tindakan pengendalian. Program pengendalian yang dimaksud diarahkan untuk menekan agar kerusakan berada pada tingkat yang secara ekonomis tidak merugikan. Menghilangkan sama sekali penyebab kerusakan dari dalam hutan tidak direkomendasikan oleh karena dapat mengganggu keseimbangan ekologis dan menimbulkan dampak kerusakan lain. Program Perlindungan Hutan yang mengupayakan keseimbangan faktor-faktor pembentuk ekosistem hutan tersebut juga disebut program pengelolaan kesehatan hutan.

Penyebab Kerusakan Hutan

Kerusakan hutan di Indonesia berdasarkan pelaku atau sumber penyebab dapat digolongkan menjadi:
1. Kerusakan antropogenik: kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia secara langsung maupun tidak langsung, serta kerusakan hutan yang disebabkan oleh ternak.
2. Kerusakan biotik: kerusakan hutan yang disebabkan oleh hama, penyakit dan gulma.
3. Kerusakan abiotilk: kerusakan hutan yang disebabkan oleh petir, banjir, tanah longsor dan lain-lain.

Pembalakan Liar

Pembalakan liar adalah salah satu penyebab kerusakan hutan terbesar di Indonesia yang dilakukan oleh manusia secara langsung. Bahkan dalam tiga dasa warsa ini Pemerintah Indonesia belum mampu untuk memberantas pembalakan liar. Oleh karena itu Pemerintah RI telah menyatakan bahwa pembalakan liar telah mengancam keutuhan bangsa. Untuk mengatasi pembalakan liar tersebut Presiden Republik Indonesia menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 yang memerintahkan kepada segenap komponen bangsa untuk memberantas aksi pembalakan liar.
Dalam perkembangannya Instruksi Presiden tersebut dirasakan masih juga belum mampu mengatasi dan membuat jera para pelaku pembalakan liar. Saat ini Pemerintah Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia telah menyiapkan dan membahas Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Pembalakan Liar yang merupakan wujud dan komitmen setiap Warga Negara Indonesia untuk melindungi dan menyelamatkan hutan serta memberantas segala bentuk kegiatan pembalakan liar. N Pembalakan liar yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Faktor-faktor utama penyebab terjadinya pembalakan liar di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Terjadinya kesenjangan yang tinggi antara jumlah hasil hutan yang dapat dihasilkan oleh Kawasan Hutan Produksi dengan hasil hutan yang dibutuhkan oleh Industri Hasil Hutan maupun kebutuhan pasar.
2. Belum efektifnya pengelolaan kawasan hutan di Indonesia khususnya Kawasan Hutan Produksi.
3. Lemahnya penegakan hukum dalam pencegahan dan penanganannya telah menyebabkan pembalakan liar tumbuh dan berkembang dengan baik.

Kegiatan yang dilarang

Dalam rangka melindungi hutan dan hasil hutan dari gangguan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, dinyatakan bahwa:

1. Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan;
2. Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan;
3. Setiap orang dilarang :
a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah;
b. merambah kawasan hutan;
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan:
1) 500 (lima ratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
2) 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa;
3) 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang;
4) 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
5) 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;
6) 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
d. membakar hutan;
e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan
f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;
g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri;
h. mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;
i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang;
k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang
l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan
m. mengeluarkan, membawa dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang

Tidak ada komentar: